Kejagung Sita Rp 11,8 Triliun dari Wilmar Group dalam Perkara Ekspor CPO
Kejaksaan Agung (Kejagung) RI telah menyita uang tunai senilai Rp 11,8 triliun dari Wilmar Group, salah satu korporasi terbesar di sektor kelapa sawit, terkait kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya untuk periode 2021-2022. Penyitaan ini menjadi yang terbesar sepanjang sejarah Kejagung.
Rincian Kasus dan Kerugian Negara
Penyitaan tersebut merupakan hasil pengembalian kerugian keuangan negara dari Wilmar Group, yang telah ditetapkan sebagai tersangka korporasi dalam perkara ini. Nilai kerugian negara dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) bersama ahli dari Universitas Gadjah Mada (UGM), mencakup kerugian keuangan negara, illegal gain, dan kerugian perekonomian negara, dengan total mencapai Rp 11.880.351.802.619.
Perusahaan Anak Wilmar yang Terlibat
Lima anak usaha Wilmar Group yang menjadi terdakwa dalam kasus ini adalah:
PT Multimas Nabati Asahan
PT Multi Nabati Sulawesi
PT Sinar Alam Permai
PT Wilmar Bioenergi Indonesia
PT Wilmar Nabati Indonesia
Proses Hukum dan Status Kasus
Uang sitaan tersebut saat ini disimpan dalam rekening penampungan milik Direktorat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) di Bank Mandiri. Penyitaan ini juga akan menjadi bagian dari memori kasasi yang diajukan Kejagung ke Mahkamah Agung (MA), setelah sebelumnya Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat memutus lepas perkara ini. Kejagung berharap uang sitaan ini dapat dipertimbangkan hakim dalam proses kasasi di MA.
Signifikansi Sitaan
Penyitaan Rp 11,8 triliun ini tidak hanya menjadi rekor bagi Kejagung, tetapi juga menjadi sorotan publik karena besarnya nilai dan keterlibatan salah satu grup korporasi terbesar di Indonesia. Langkah ini dinilai sebagai upaya nyata Kejagung dalam mengembalikan kerugian negara akibat tindak pidana korupsi di sektor strategis nasional.