Kerugian Negara di Kasus Tata Kelola Minyak Mentah Bertambah Jadi Rp 285 T
Kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina, Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) periode 2018-2023 telah bertambah menjadi Rp 285 triliun. Angka ini merupakan hasil perhitungan resmi yang mencakup dua komponen utama, yaitu kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara.
Sebelumnya, kerugian negara dalam kasus ini sempat diperkirakan sekitar Rp 193,7 triliun, namun setelah audit dan perhitungan lebih lanjut dengan melibatkan sejumlah ahli, jumlah kerugian tersebut naik signifikan.
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan total 18 tersangka dalam kasus ini, termasuk pengusaha minyak terkenal Mohammad Riza Chalid yang diduga melakukan perbuatan melawan hukum terkait penyewaan terminal BBM tangki Merak dengan intervensi kebijakan tata kelola Pertamina. Riza Chalid saat ini diduga berada di Singapura dan Kejagung tengah berupaya untuk memburunya dengan koordinasi internasional.
Penyimpangan tata kelola minyak mentah yang menyebabkan kerugian besar ini meliputi berbagai aspek, termasuk perencanaan dan pengadaan ekspor minyak, serta manipulasi kontrak dan harga yang merugikan negara secara ekonomi dan finansial.
Singkatnya, kasus ini mengungkap skala kerugian negara yang sangat besar akibat korupsi dan penyimpangan tata kelola minyak mentah di Pertamina, dengan nilai kerugian yang kini dipastikan mencapai Rp 285 triliun dan melibatkan banyak pihak sebagai tersangka dalam proses hukum yang sedang berjalan.