Apa itu Abolisi dan Amnesti? Ini Penjelasannya

Apa itu Abolisi dan Amnesti? Ini Penjelasannya

Abolisi adalah penghapusan seluruh proses penuntutan pidana terhadap seseorang yang belum diadili atau sedang dalam proses penuntutan. Intinya, proses hukum dihentikan sehingga tidak ada lagi penuntutan atau sidang pengadilan. Abolisi diberikan oleh Presiden atas pertimbangan DPR dan diatur dalam Pasal 14 ayat (2) UUD 1945 serta UU Darurat No. 11 Tahun 1954.

Sedangkan amnesti adalah pengampunan yang lebih luas, menghapus seluruh akibat hukum pidana, termasuk pembebasan dari hukuman yang telah dijatuhkan. Amnesti juga bersifat retroaktif dan dapat diberikan kepada individu maupun kelompok, biasanya untuk rekonsiliasi nasional atau mengakhiri konflik. Amnesti diatur pada Pasal 14 ayat (1) UUD 1945 dan UU Darurat No. 11 Tahun 1954, dengan persetujuan DPR.

Contoh Kasus Abolisi di Indonesia

Pengikut Gerakan Fretilin di Timor Timur (1977)

Presiden Soeharto memberikan abolisi kepada pengikut Gerakan Fretilin di Timor Timur melalui Keputusan Presiden No. 63 Tahun 1977. Tujuannya adalah untuk memanfaatkan potensi masyarakat dalam pembangunan sekaligus menyelesaikan konflik politik di wilayah tersebut.

Muchtar Pakpahan dan Sri Bintang Pamungkas (1998)

Presiden Habibie memberikan abolisi dan amnesti kepada keduanya yang ditahan karena keterlibatannya dalam kasus politik. Sri ditahan karena dianggap melanggar Undang-Undang Anti Subversif, sementara Muchtar dipenjara karena menulis buku kritis tentang negara Indonesia.

R Sawito Kartowibowo (2000)

Presiden Abdurrahman Wahid memberikan abolisi kepada Sawito yang sebelumnya dipenjara atas tuduhan yang terkait dengan pandangan politik.

Tom Lembong (2025)

Baru-baru ini, Presiden Prabowo memberikan abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong yang tengah menjalani proses hukum terkait kasus impor gula dengan kerugian negara Rp 578 miliar. Abolisi menghentikan proses hukum terhadapnya saat ia sedang mengajukan banding setelah divonis 4,5 tahun.

Selain itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah memberikan abolisi kepada anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sebagai bagian dari upaya rekonsiliasi dan perdamaian di Aceh.

Contoh Kasus Amnesti di Indonesia

Apa itu Abolisi dan Amnesti? Ini Penjelasannya

Pemberontakan DI/TII dan Pemberontakan Daerah Lainnya (1959-1961)

Presiden Soekarno memberikan amnesti dan abolisi kepada orang-orang yang terlibat pemberontakan seperti DI/TII Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan dan pemberontakan Daud Bereueh di Aceh. Langkah ini bertujuan untuk meredam konflik dan memperkuat persatuan nasional.

Pengikut Gerakan Fretilin di Timor Timur (1977)

Selain abolisi, amnesti juga diberikan kepada pengikut Fretilin baik di dalam negeri maupun di luar negeri untuk kepentingan negara.

Nurdin Ismail alias Din Minimi dan kelompoknya (2016)

Pemerintah memberikan amnesti kepada Din Minimi dan kelompoknya yang terlibat dalam penyerangan terhadap aparat TNI di Aceh Timur sebagai bagian dari proses rekonsiliasi dan perdamaian.

Baiq Nuril (2019)

Kasus Baiq Nuril menjadi sorotan publik ketika Presiden Joko Widodo memberikan amnesti sebagai bentuk pengampunan dalam kasus pidana ITE yang menjeratnya, karena dianggap sebagai korban. Ini menandai penggunaan amnesti sebagai instrumen keadilan sosial.

Hasto (2025)

Presiden Prabowo memberikan amnesti kepada Hasto yang divonis 3,5 tahun karena suap terkait pengurusan pergantian antarwaktu anggota DPR. Amnesti ini diberikan demi kepentingan bangsa dan negara.

Perbedaan Inti Antara Abolisi dan Amnesti

Apa itu Abolisi dan Amnesti? Ini Penjelasannya

Hubungan dengan Politik dan Hukum

Pemberian abolisi dan amnesti bukan hanya persoalan hukum pidana, melainkan juga keputusan politik yang memerlukan pertimbangan antara hukum dan kepentingan nasional. Oleh karena itu, persetujuan DPR sangat penting sebagai pengawas dan pemberi pertimbangan dalam pemberian kedua hak prerogatif ini oleh Presiden.

Penjelasan ini memberi gambaran sekaligus contoh konkret abolisi dan amnesti di Indonesia, dari masa awal kemerdekaan hingga kasus terbaru seperti Tom Lembong dan Baiq Nuril, menunjukkan betapa instrumen ini selalu terkait erat dengan konteks politik dan upaya menjaga kestabilan nasional.
Next Post Previous Post