Psikolog Ungkap Penyebab No.1 yang Bikin Orang Selingkuh

(Foto oleh 1001nights dari iStockphoto)

Selingkuh adalah tindakan tidak setia dalam hubungan, yang melibatkan keterlibatan romantis atau seksual dengan orang selain pasangan resmi. Tindakan selingkuh dapat merusak kepercayaan dan kestabilan dalam suatu hubungan. 

Selingkuh dapat terjadi dalam berbagai bentuk, termasuk perselingkuhan emosional dan fisik. Hal ini dapat menimbulkan konsekuensi emosional dan sosial yang serius bagi semua pihak yang terlibat.

Perselingkuhan sering kali dikaitkan dengan orang yang tidak bahagia dengan pasangannya dan tersiksa oleh rasa bersalah karena berselingkuh. Namun, kenyataan menurut studi ternyata tidak demikian.

Melansir dari Today, sebuah studi yang dipublikasikan Archives of Sexual Behavior menemukan bahwa orang-orang yang berselingkuh ternyata merasa cukup puas dengan hubungan dan/atau pernikahan mereka. Bahkan, pelaku perselingkuhan menyatakan perasaan cinta yang kuat terhadap pasangannya. Meski puas dengan hubungan pernikahan mereka, para pelaku juga mengaku sangat menikmati perselingkuhan mereka secara seksual maupun emosional dan tidak menyesalinya.

Menurut para peneliti, ketidakpuasan seksual adalah faktor terkuat dari perselingkuhan. Peneliti menemukan bahwa setengah dari pelaku perselingkuhan mengaku bahwa mereka tidak aktif secara seksual dengan pasangan sahnya.

"Temuan ini menunjukkan bahwa manusia itu rumit dan konsistensi moral yang sangat, sangat rumit," kata psikolog sosial dan penulis utama studi, Dylan Selterman, dikutip Rabu (3/1/2024).

"Tentu saja ada orang-orang yang tetap setia dan tidak berselingkuh satu sama lain. Namun, menurut saya komitmen itu membutuhkan usaha yang lebih besar daripada yang mungkin disadari," imbuh Selterman.

Lebih lanjut, profesor di departemen of ilmu psikologi dan otak di Universitas Johns Hopkins itu menilai bahwa asumsi yang menilai pasangannya tidak akan berselingkuh adalah asumsi yang "tidak bijak".

Hasil Studi

Studi yang melibatkan hampir 2.000 pengguna salah satu situs kencan, Ashley Madison ini melakukan survei untuk mengetahui bagaimana perasaan mereka tentang hubungan utama, mengapa berselingkuh, dan apakah mereka menyesali perselingkuhan.

Dalam studi dengan mayoritas responden laki-laki heteroseksual yang rata-rata berusia antara 40 dan 60 tahun ini, skor rata-rata kepuasan dalam hubungan dengan pasangan hanya di bawah tiga dari lima poin.

Sementara itu, skor rata-rata kepuasan seksual dalam hubungan dengan pasangan sangat rendah, yakni dua poin. Namun menariknya, skor cinta pelaku perselingkuhan terhadap pasangan berada di angka empat.

"Ketika mereka yang berselingkuh ditanyai tentang kepuasan emosional dan seksual dari perselingkuhannya, skor rata-ratanya mencapai empat dari skala lima poin. Penyesalan atas perselingkuhan itu rendah, hanya di bawah dua," ungkap studi.

Tanggapan Para Ahli

Menanggapi hasil studi ini, para ahli terapi pasangan, keluarga, dan pernikahan mengatakan bahwa masyarakat "harus berhati-hati mengenai hasil temuan". Sebab, studi dinilai tidak menjelaskan menjelaskan perselingkuhan yang terjadi.

"Studi ini tidak begitu relevan bagi rata-rata orang yang puas hubungan. Masyarakat tidak perlu panik karena temuan ini kemungkinan besar tidak berlaku untuk hubungan mereka," kata profesor terapi pasangan sekaligus terapis pernikahan dan keluarga, Jared Anderson.

Seiring dengan Anderson, psikolog dan penulis, Jeffrey Bernstein, juga meragukan hasil temuan studi Selterman.

"Selama lebih dari 30 tahun menjadi terapis keluarga, saya belum pernah melihat ada orang yang melaporkan pernikahannya bahagia meski berselingkuh," kata Bernstein.

Penyebab Selingkuh

Menurut studi berbeda yang dipublikasikan di Archives of Sexual Behavior, salah satu faktor yang mendorong perselingkuhan adalah lingkungan sekitar.

Psikolog Gurit Birnbaum dari Baruch Ivcher School of Psychology menjelaskan bahwa lingkungan yang memberi kesan seolah-olah perselingkuhan itu wajar dapat membuat orang berpikir tidak ada salahnya jika mereka juga selingkuh.

"Lingkungan teman sebaya yang memberi kesan bahwa perselingkuhan itu adalah hal wajar bisa membuat seseorang tertarik dan mempertimbangkan untuk berselingkuh," kata Birnbaum yang merupakan penulis utama penelitian ini.

Meski begitu, jika seseorang sudah rentan terhadap perselingkuhan atau jika peluang perselingkuhan muncul, lingkungan ini dapat memberikan dorongan ekstra. Seseorang yang berada di lingkungan semacam itu bisa mengalami dilema antara mengikuti nilai-nilai moral atau mengalah pada godaan.

Dalam tiga penelitian, para peneliti mereka mencatat reaksi subjek setelah diperlihatkan contoh kasus orang selingkuh. Hal ini diikuti dengan reaksi peserta saat mereka memikirkan atau berinteraksi dengan orang lain yang menarik.

Studi tersebut menunjukkan bahwa setelah terpapar tindakan pengkhianatan, komitmen kesetiaan peserta terhadap hubungan mereka menurun. Bahkan, para peserta juga menyatakan keinginan yang lebih besar untuk selingkuh.

"Lingkungan yang mendorong prevalensi perselingkuhan yang lebih besar bisa membuat orang lebih rentan terhadap perselingkuhan," kata Birnbaum.

Next Post Previous Post