Kejagung Tetapkan Tujuh Tersangka Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah, Kerugian Negara Capai Rp 193,7 Triliun

Kejagung Tetapkan Tujuh Tersangka Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah, Kerugian Negara Capai Rp 193,7 Triliun
(Foto Kejagung Tetapkan Tujuh Tersangka Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah, Kerugian Negara Capai Rp 193,7 Triliun)
Dalam sebuah konferensi pers, Direktur Penyidikan Jampidsus (Dirdik) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, mengumumkan penetapan tujuh orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina.

Kasus ini mencakup periode 2018 hingga 2023 dan diperkirakan telah merugikan keuangan negara hingga Rp 193,7 triliun.

Abdul Qohar menjelaskan bahwa ketujuh tersangka terdiri dari empat petinggi anak perusahaan PT Pertamina dan tiga pihak swasta. Mereka adalah:

1. RS - Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga

2. SDS - Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional

3. YF - Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping

4. AP - VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional

5. MKAR - Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa

6. DW - Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim

7. GRJ - Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur PT Orbit Terminal Merak

"Kasus ini bermula dari kewajiban pemerintah untuk memastikan pemenuhan minyak mentah berasal dari dalam negeri. Namun, kami menemukan bahwa tersangka RS, SDS, dan AP melakukan pengkondisian dalam rapat organisasi hilir yang mengakibatkan penurunan produksi kilang," ungkap Qohar.

Lebih lanjut, Qohar menjelaskan bahwa tindakan para tersangka menyebabkan produksi minyak mentah dalam negeri tidak sepenuhnya terserap, sehingga memaksa PT Pertamina untuk melakukan impor.

"Mereka juga menolak produksi minyak mentah dari kontraktor dalam negeri dengan alasan yang tidak sesuai, padahal harga dan spesifikasi masih memenuhi syarat," tambahnya.

Dalam pengadaan minyak, Qohar menegaskan bahwa terdapat kongkalikong antara para tersangka. Mereka diduga telah mengatur kesepakatan harga dengan broker, yang menyebabkan kerugian negara.

"Kami menemukan bahwa mereka telah memenangkan broker secara melawan hukum dan mengatur harga untuk kepentingan pribadi," jelasnya.

Dari hasil penyidikan, ditemukan pula adanya dugaan mark up dalam kontrak pengiriman minyak impor yang dilakukan oleh tersangka YF, yang mengakibatkan negara harus membayar biaya fee yang tidak semestinya.

Next Post Previous Post